Libur Lebaran dan Ancaman Cuaca Ekstrem
Pada liburan Lebaran 2024 ini diproyeksikan sekitar 11,7 juta pemudik akan mengunjungi DIY. Angka ini meliputi pemudik yang ingin bersilaturahmi maupun yang akan berwisata. Plh Kepala Dinas Pariwisata DIY Anita Verawati menyatakan, dari jumlah 11,7 juta pemudik tersebut, diperkirakan sekitar 15 hingga 18 persen akan mengunjungi destinasi wisata. Artinya, sekitar 1,5 hingga 2 juta orang akan berwisata di DIY. Jumlah ini meningkat dari 1,6 juta wisatawan pada libur Lebaran tahun lalu.
Hal itu tentu akan berdampak positif terhadap perekonomian DIY. Pasalnya, dengan adanya wisatawan, akan mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor, terutama di bidang kuliner, kerajinan, dan industri kreatif. Seiring dengan itu, usaha mikro, kecil, dan menengah juga akan mengalami peningkatan aktivitasnya. Data menunjukkan sektor pariwisata memberikan kontribusi signifikan sekitar 63,46% terhadap perekonomian DIY, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Waspada Cuaca Ekstrem
Di tengah kemeriahan menyambut wisatawan, penting untuk mewaspadai ancaman cuaca ekstrem selama masa libur Lebaran. BMKG memperkirakan cuaca ekstrem pada periode arus mudik dan balik Lebaran 2024 karena musim pancaroba yang sedang berlangsung. Peralihan musim hujan ke kemarau ini akan berlangsung hingga bulan April, ditandai dengan hujan pada sore hingga malam hari setelah udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Risiko cuaca ekstrem termasuk hujan lebat, petir, hujan es, dan angin puting beliung, dapat terjadi tiba-tiba di berbagai wilayah Indonesia, termasuk DIY.
Saat ini, DIY masih berstatus siaga bencana hidrometeorologi hingga 29 April mendatang. Kondisi demikian seharusnya menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) sektor pariwisata di DIY. Pasalnya, destinasi wisata menarik di DIY umumnya terletak di kawasan keindahan alam, seperti pantai, gunung, sungai, dan perbukitan, yang rentan terhadap cuaca ekstrem. Selain itu, beberapa lokasi di daerah tersebut juga masih menjadi area blank spot (tidak terjangkau sinyal komunikasi). Pada tahun 2021 lalu, Diskominfo DIY mencatat terdapat sekitar 150 area blank spot di DIY, termasuk di lereng Gunung Merapi, perbukitan Menoreh, Pegunungan Seribu, dan Pantai Selatan yang menjadi destinasi wisata alam.
Dalam situasi ini, keberadaan jaringan komunikasi yang mampu sangat penting untuk mengurangi risiko bencana bagi pelaku wisata dan wisatawan melalui Early Warning System (EWS). Tanpa jaringan komunikasi yang memadai, keamanan bagi pelaku
wisata dan wisatawan tidak terjamin. Oleh karena itu, sektor pariwisata di DIY perlu memiliki kemampuan untuk mencegah dan mengurangi dampak negatif bencana, demi menjamin keamanan dan keselamatan pengelola destinasi wisata dan para wisatawan.
Antisipasi Dampak
Sebagai langkah antisipasi dampak cuaca ekstrem, BPBD DIY akan membangun Posko Siaga Lebaran 2024. Selain itu, penting juga setiap destinasi wisata dilengkapi infrastruktur mitigasi bencana yang memadai, seperti sarana evakuasi, peta jalur evakuasi, titik kumpul, dan pos kesehatan.
Selain itu, pengelola destinasi wisata juga perlu memiliki keterampilan dalam mitigasi bencana, termasuk melakukan asesmen bahaya, mengoperasikan alat-alat tanggap darurat, dan memberikan bantuan pertama pada kecelakaan. Dengan demikian, pengelola dapat memberikan respon yang cepat dan efektif saat terjadi cuaca ekstrem atau bencana lainnya.
Terakhir, integrasi pengurangan risiko bencana juga harus menjadi bagian dari kebijakan pengembangan pariwisata di DIY. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisata Daerah (RIPPARDA) harusnya hanya terfokus pada peningkatan angka jumlah kunjungan wisata, lama tinggal atau jumlah uang yang dibelanjakan, namun juga harus memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana agar terciptanya industri pariwisata yang berkelanjutan dan aman bagi pengelola destinasi wisata serta wisatawan.
Fadri Mustofa SIP, Analis Bencana BPBD DIY.
*) Artikel ini pernah dipublikasikan di Kedaulatan Rakyat edisi Senin Kliwon, 8 April 2024 hal 11.
...
Detail Berita